'Narkoba Menjadi Ancaman Serius Untuk Generasi Muda'

Menurut laporan yang dicetak oleh Kompas Cyber Media, pada tanggal 5 Februari 2001, dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obat berbahaya (narkoba), 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Akhir-akhir ini, Alwi Nurdin, Kepala Kanwil Depdiknas DKI dikatakan, 'Sebanyak 1.015 siswa di 166 SMU di Yogyakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum terkena sebagai pengguna narkoba. Para siswa penyalahgunaan narkoba tersebar di Jakarta-Utara (Jakut) sebanyak 248 orang dari 26 SMU, Jakarta-Pusat atau Jakpus (109) di 12 SMU, Jakarta-Barat atau Jakbar (167) di 32 SMU, Jakarta-Timur atau Jaktim (305) di 43 SMU dan Jakarta-Selatan atau Jaksel (186) di 40 SMU'.

Kalau begitu, mengapa banyak orang muda sudah mencari obat-obat berbahaya? Artikel ini akan memeriksa aspek-aspek adiksi obat supaya orang-orang mengerti isu-isu yang sudah dikatakan sebagai ancaman bagi generasi muda.

Pertama, apa obat-obat berbahaya? Obat-obat berbahaya adalah obat seperti ganja, inhalan, depresan, stimulan, halusinogen, opioid dan kokaina. Kedua, siapa pecandu narkoba? Pecandu narkoba adalah seseorang bahwa menggunakan obat-obat seperti obat tersebut. Efek bagi tubuh tidak bagus, dan berakibat buruk bagi fisik dan mental.

Penting sekali mengerti alasan mengapa orang muda mencari obat-obat narkoba, namun, ada bermacam-macam alasan mengapa obat-obat berbahaya digunakan oleh orang muda. Sekalipun begitu, ada salah satu alasan yang paling penting dan sering terjadi di banyak negara di dunia, yaitu, perubahan dalam struktur sosial.

Ketika situasi pendukung bagi orang muda sudah mulai berganti, orang muda itu tidak dapat mebiasakan diri dalam situasi baru tersebut. Akibatnya, orang muda mencari perlindungan. Malangnya, sering perlindungan itu didapat dalam dunia adiksi obat. Migrasi dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik merupakan penyebab untuk bertambahnya adiksi obat di antara orang muda di kota besar seperti Jakarta.

Rupanya, detasemen dari keluarga dan nilai-nilai tradisionil serta struktur pendukung dapat menghalau orang muda menuju dunia yang penuh kesepian dan yang terisolasi serta keputus-asaan. Juga, kekurangan pendidikan dan atau ketramplian sering mengakibatkan pegangguran dan umumnya sulit sekali untuk orang muda membiasakan dengan gaya hidup kota. Banyak persoalan yang berganti dengan mulai hidup baru bisa membawa orang muda menuju obat-obat berbahaya.

Namun, pergantian struktur sosial tidak saja alasan bahwa penyebab orang muda menggunakan obat-obat narkoba. Ada banyak alasan yang lain seperti ketersediaan narkoba tersebut dan apakah narkoba itu diterima khalayak ramai, ingin tahu dan secara eksperimental, memberontak, depresi, sebagai cara untuk bersantai atau menghadapi keadaan stres, bosan atau sakit atau untuk mengalami perasaan mabuk atau berahi.

Juga, penting bagi orang-orang untuk mengetahui tanda-tanda awal yang mungkin menunjukkan bahwa orang muda akan mencoba obat-obat narkoba. Tanda-tanda awal itu antara lain prestasi sekolah menurun, berkurangnya jumlah kegiatan luar sekolah yang teratur, mata merah, lelah, berganti sahabat tanpa sebab, perilaku yang aneh atau tidak menentu, perubahan perasaan, dan interaksi minimal dengan keluarga.

Jadi, mengapa orang muda menjadi pecandu narkoba? Obat-obat narkoba adalah grup obat seperti heroin, morfin, apiun, kodein, petidin dan metadon dan efek obat ini berbeda dari orang yang satu ke orang yang lain. Efek langsung seperti kesenangan yang hebat, merasa sehat dan pula mengurangi sakit. Perasaan seperti kesakitan, kelaparan dan nafsu bersetubuh juga berkurang akibat obat narkoba. Gejala fisik seperti pernafasan yang terganggu, tekanan darah yang menurun, putik mata yang mengecil, perasaan mengantuk yang menjadi-jadi serta adanya rasa mual dan muntah-muntah.

Orang muda yang tubuhnya sudah bergantung pada obat-obat narkoba akan sulit untuk berhenti sama sekali atau mengurangi jumlah obat-obatan yang digunakan. Ketergantungan fisik terjadi ketika tubuh orang muda yang terbiasa dengan obat narkoba. Untuk beberapa orang muda ketergantungan ini akibat kebiasaan makan yang jelek, kesehatan pribadi yang kurang baik dan persoalan dengan akomodasi. Memang, kalau standar gizi dan akomodasi kurang, resiko dari infeksi dan penyakit lain yang lain akan bertambah.

Penyembuhan adiksi obat bisa mengarah kepada pecandu narkoba yang terlibat dalam kejahatan karena ingin memperoleh uang cukup banyak untuk membeli obat-obat narkoba. Kalau orang tergantung pada obat-obatan tersebut tiba-tiba berhenti menggunakannya atau mengurangi jumlah obat yang digunakannya, maka gejala fisik seperti 'withdrawal' dapat dialami oleh pecandu narkoba.

Biasanya, gejala itu terjadi selama beberapa jam dan diikuti oleh keresahan, sering menguap, linangan air mata, menceret, tekanan darah yang rendah, kram dan kejang dalam perut dan kaki, muntah-muntah, tegak bulu roma dan beringus. Sesudah dua hari, kadang-kadang ada tambahan sifat seperti lekas marah, suhad, nafsu makan berkurang, muntah-muntah, degup jantung yang cepat, otot kejang dan keadaan jiwa yang emosionil. Beberapa gejalanya misalnya kemuraman yang kronis, kegelisahan, suhad, hilangnya nafsu makan, keagitasian dan ketergantungan akan obat narkoba yang terus-menerus akan dialami oleh pecandu narkoba selama beberapa bulan dan, kadang-kadang, beberapa tahun.

Juga, ada risiko ditulari dengan virus hepatitis C dan AIDS lewat suntikan yang tidak steril. Kejadian infeksi virus hepatitis C pada pengguna narkotika lewat suntikan, dilaporan mencapai 80,2 persen di Jakarta. Infeksi itu akan berkembang menjadi hepatitis C kronik pada 60-80 persen di antaranya. Sepuluh sampai 20 persen penderita hepatitis kronik akan mengalami sirosis hati dalam kurun waktu 10 tahun. Juga, sebanyak 20-30 persen pasien narkoba yang dirawat di Jakarta dinyatakan positif menghidap HIV. Data kasus baru HIV dan aids di Indonesia menurut Departemen kesehatan dan kesejahteraan sosial, juga menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Selama bulan Agustus 2000 dilaporkan bahwa ada sebanyak 73 kasus baru HIV positif dan 25 kasus baru AIDS di Indonesia.

Jelasnya, efek-efek adiksi obat tidak bagus dan ini menjadi ancaman serius untuk generasi muda. Namun demikian, ada berbagai organisasi di Indonesia yang dapat membantu pecandu narkoba. Dalam menjawab permasalahan yang meningkat dalam bidang adiksi obat di Indonesia, dan terbatasnya pelayanan berkaitan dengan perawatan komprehensif untuk adiksi dan penyembuhannya dan adiksi sekelompok orang tua sudah membentuk yayasan karena mereka memahami dari pengalaman betapa sulit menghadapi anggota keluarga dengan adiksi obat.

Yayasan ini bekerja dilandaskan pada semangat utama yaitu 'Gotong Royong' dan program ini secara penuh didukung oleh para pecandu yang mendapat bantuan sampai mereka pulih kembali. Yayasan ini bernama 'Kita' dan kerjasama dengan RSJ Bogor. Mereka telah membuka pusat detoksifikasi, program konseling untuk pecandu yang ingin bekerja selanjutnya di bidang pemulihan kembali adiksi, program dasar intensif 6 bulan dan pertemuan Aftercare. Juga, pelayanan hotline, konseling, pusat database dan pusat pelatihan.

Di Indonesia, ada banyak organisasi yang lain, seperti organisasi swasta GRANAT (Gerakan anti narkoba), Rumah Sakit, contohnya MH Thamrin di Jakarta, RS Angkatan Darat, RS Ketergantungan Obat-Fatmawati. Ada juga organisasi agama seperti Pesantren Islam Tebu Ireng (JawaTim), dan Inabah dan Al Ihya di Jakarta, Pondok Bina Kasih (pusat Kristen) dan pula Yayasan Kasih Mulia yang beragama Katolik.

Namun, orang tua juga perlu membantu anak mereka yang pecandu narkoba. Menurut penjawab kuesioner, yang 'paling penting orang tua yang anaknya terlibat dalam narkoba sebaiknya tidak "meninggalkan" mereka dalam upaya penyembuhan sendiri, tetapi harus terlibat sepenuhnya agar pecandu mendapat dukungan moril. Pecandu yang telah keluar dari rehabilitasi sangat dianjurkan untuk mengikuti program lanjutan agar dampak ingatan dari narkoba tidak menimbulkan masalah lanjutan'.

Organisasi seperti organisasi tersebut paling penting di Indonesia pecandu narkoba dianggap sebagai aib. Karena itu, korban narkoba cenderung dirahasiakan oleh keluarga. Untuk keluarga itu, obat bahaya sudah ada dalam kehidupan mereka. Maka, keluarga yang lain, harus lebih berhati-hati. Menurut data dari Yayasan Research Consultant Indonesia (Recon Indo), anak berusia 6 tahun sudah mengisap rokok, usia 10 tahun sudah mengonsumsi zat halusinogen dan psikotropil dan usia 13 tahun mengonsumsi apiun. Memang, narkoba sudah merupakan ancaman serius untuk generasi muda.

BAHAYA NARKOBA